Tokoh Dan
Pemikiran Oksidentalis Secara Komperhensif
Oleh :
Hasnan Adip Avivi
I. Pendahuluan
Oksidentalisme merupakan arah kajian baru dalam menghadapi hegemoni
keilmuan barat. Istilah yang ditenarkan oleh Hassan Hanafi ini berusaha
mengkaji barat dalam kacamata timur, sehingga ada keseimbangan dalam proses
pembelajaran antara kulon dan wetan (west and east). Dunia barat selama
ini dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran, khususnya kajian
ke-islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme dianggap sebagai senjata
untuk menundukan bangsa-bangsa timur.
Misi
Oksidentalisme adalah mengurai dan menetralisasi distorsi sejarah antara Timur
dan Barat, dan mencoba meletakan kembali Peradaban Barat pada proporsi
geografisnya. dan tidak menutup kemungkinan untuk mengambil manfaat dari
kajian-kajian ke-Islam-an (Islamologi) mereka atau paling tidak memakai
metodologi mereka dalam mengkaji bahkan mengkritisi beberapa ajaran dan tradisi
dalam Islam. Namun Yang terakhir inilah, yakni al-Intifa min al-Ghorb menjadi perdebatan
yang mengakar antara dua kelompok (pemikiran) Islam di hampir seluruh penjuru
bumi Allah ini; yaitu antara kelompok Tradisionalis dan Modernis (sekularis;
julukan yang sering diberikan oleh kelompok Tradisionalis kepada kelompok kedua
ini). Kelompok pertama, mewakili kelompok yang sering disebut
militan-fundamentalis (terutama oleh kelompok modernis) yang mewakili bahwa
kebesaran umat Islam tergantung kepada kesadaran mereka dalam melaksanakan
ajaran agamanya dengan kembali kepada ajaran inti al-Qur’an dan Sunnah
II. Tokoh Dan Pemikiran Oksidentalisme
A. Pengertian Oksidentalisme
Oksidentalisme al-Istighrâb,
adalah lawan dari orientalisme al-Istisyrâq. Kalau oreintalisme melihat
potret Timur yang dalam tanda petik “Islam” dari kacamata Barat, maka oksidentalisme
justru sebaliknya: melihat potret Barat dari kacamata Timur.Apabila ditinjau
dari aspek etimologinya, oksidentalisme diambil dari akar kataoccidentyang
berarti “arah matahari terbenam”.[1]
Sedangkan menurut Burhanuddin Dayadalam
bukunya Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-Dasar Oksidentalisme mengatakan
bahwa dalam menjabarkrn oksidentalisme sedikit berbeda dengan yang lain, yaitu:
Pertama, oksidentalisme dipandang sebagai suatu mode pemikiran yang dibangun
berdasarkan suatu epistemologi dan ontologi tertentu dengan
menancapkan perbedaan yang jelas antara Timur dan Barat. Kedua, oksidentalisme
mungkin bisa juga dilihat sebagai istilah akademik yang merujuk kepada
seperangkat lembaga, disiplin ilmu, dan berbagai aktivitas, yang biasanya
terbatas pada perguruan-perguruan tinggi Timur yang berkepentingan dengan
kajian tentang masyarakat dan kebudayaan Barat. Ketiga, oksidentalisme dapat
dilihat sebagai lembaga berbadan hukum yang berkepentingan dengan masyarakat
Barat.
Luthfi Asy-Syaukani sendiri dalam
karangannya Oksidentalisme: Kajian Barat
Setelah Kritik Orientalisme terhadap Ulumul Qur’an mengatakan secara harfiah
oksidentalisme berarti hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu budaya,
ilmu dan aspek sosial lainnya.[2]
Secara garis besar, oksidentalisme
suatu gerakan pembaharu yang muncul dari Timur untuk mensetarakan dunia Timur
dengan Barat yang telah maju. Dan juga menetralisasi penyimpangan sejarah
antara bangsa Timur dan bangsa Barat.
B. Sejarah Perkembangan Oksidentalisme
Pada abad 17 hingga abad 18 M adalah
masa disintegrasi kekuasaan Islam, hilangnya rasionalisme dan
mengentalnya sufisme dalam kehidupan masyarakat Islam merupakan fenomena yang
menganjal dan sekaligus sebagai pertanda bagi degradasi Islam. Sebaliknya, pada
waktu itu pula dunia Barat sedang mencapai prestasi di bidang sains dan
teknologi.Sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dan melepaskandiri dari
cengkraman kolonial Barat, dunia Islam, terutama Mesir dan Turki melakukan
studi tentang kemajuan-kemajuan Barat baik di bidang sains dan teknologi. Oleh
karena itu, beberapa delegasi pelajar dikirim ke Barat untuk mendalami ilmu di
sana. Sekitar dua abad,merekaberguru terhadap orang Barat dalam berbagai hal,
namun hal tersebut belum bisa mengantarkan dunia Islam kepada kemajuan yang
diharapkan. Sementara studi tentang pemikiran atau filsafat Barat masih terlalu
prematur, sehingga studi tersebut belum memuaskan dan memberi konstribusi bagi
Intelektual Islam. Ketidakpuasan kajian tesebut, setidaknya dapat dilihat dari
dua faktor. Pertama, kajian yang ada masih sarat dengan subyektifitas. Kedua,
kajian yang ada hanya sekadar promosi peradaban orang lain yang kering dari
kritisisme.[3]
Barat yang telah hadir di tengah-tengah
kehidupan umat Islam dengan berbagai produknya membawa dampak positif dan
negatif. Dampak negatif itu kemudian menjadi problem bagi kemajuan dunia Islam.
Oksidentalisme digagas sebagai bentuk respon terhadap problemtersebut yang
berupa tantangan modernitas.
Menurut Hasan Hanafi, oksidentalisme
yang dibangunnya mempunyai akar sejarah dalam khasanah keilmuan Islam, karena
hubungan antara dunia Islam dengan Barat tidak hanya terjadi pada abad modern,
melainkan telah dimulai sejak 12 abad yang silam. Hal itu terjadi ketika ulama
berhadapan dengan filsafat Yunani.[4]
Studi oksidentalisme ketika Islam berada
pada puncak kejayaanya dan sebagai pusat peradaban dunia. Pada awalnya, umat
Islam lebih bersikap pasif dalam mengkaji budaya dan pemikiran Yunani. Kajian
dalam fase ini, ditekankan hanya untuk mengetahui pemikiran-pemikiran tersebut
kemudian dialihbahasakan secara tekstual kedalam bahasa Arab, tanpa melakukan
kajian lebih kritis. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi dilakukanya
penerjemahan secara tekstual, antara lain:untuk menjaga validitas bahasa,
keterbatasan bahasa Arab dalam memahami tema-tema baru yang tidak dijumpai
sebelumnya, danmembangun logika yang belum dimiliki oleh umat Islam.
Olehkarenanya, fase ini disebut dengan masa terjemahan tekstual.[5]
C. Tokoh-tokoh Oksidentalisme
Secara umum tokoh-tokoh Oksidentalisme adalah:
1. Jamaluddin al-Afghani.
Beliau adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik
Islam. Beliau juga salah satu filosof islam.
2. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada
tahun 1905 M. Beliau juga termasuk dalam salah satu filosof Islam dan mempuyai
pengaruh besar dalam bidang pendidikan.
3. Rasyid Ridho
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, Libanon pada 27
Jumadil Awal 1282 H. Beliau merupakan salah satu murid Muhammad Abduh.
4. Nurcholis madjid
Nurcholish Madjid.M.A. Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26
Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Termasuk salah satu tokoh
oksidentalis tanah air.
5. Hasan Hanafi
Dilahirkan
di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Beliau adalah salah satu tokoh yang
akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner serta oksidentalisme.[6]
II. Jamaluddin Al-Afgani Dan Konsep Pemikiranya
Disini saya akan menerangkan
tentang sosok pelaku oksidentalisme yaitu Jamaluddin Al-Afgani yang mana akan
saya terangkan dengan lengkap tentang biografi,pemikiran dan juga yang lainya :
a. Biografi
Jamaluddin Al-Afgani
Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di
As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H).[7]
Al-afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di
Mesir, India bahkan Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak
hanya menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah,
metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.
Jamaluddin al-Afghani adalah salah
seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke -19. Sayyid Sand adalah
ayah Afghani, yang dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong
bangsawan terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a.,
dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan
nama Jamaluddin al-Afghani diberi title “Sayyid”. Afghani melanjutkan belajar
ke India selama satu tahun. Di india Afghani menekuni sejumlah ilmu pengetahuan
melalui metode modern. Didorong keyakinannya, ia melanglang buana ke berbagai
negara. Dari India, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke mekkah untuk
menunaikan ibadah haji. Sepulangnya ke Kabul ia diminta penguasa Afghanistan
Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864,, ia diangkat
menjadi penasehat Sher Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi
Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris,
Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menilai Jamaluddin
sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus mengawasinya.[8]
b. Konsep
Dan Gagasan Islamisme Al-Afghani
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani
mengajukan konsep-konsep pembaharuanya, antara lain yang pokoknya:
a. Musuh utama adalah penjajah (Barat).
b. Ummat Islam harus menentang penjajahan dimana dan
kapan saja
c. Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus
bersatu (Pan-Islamisme).
Pan-Islamisme bukan berarti leburnya
kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu
pandangan bersatu dalam kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang
amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam
kesatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul.[9]
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan
tersebut di atas:
a.
Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b.
Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c.
Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup.
Pengalaman yang diserap Al-Afghani
selama lawatannya ke Barat menumbuhkan semangatnya untuk mamajukan umat. Barat
yang diperankan oleh Inggris dan Prancis mulai hndak menancapkan dominasi
politiknya di dunia Islam, maka pasti akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya
anggapan dasar yang dipegang oleh Al-Afghani menghadapi Barat
Dengan demikian jelas sekali bahwa
ide-ide Al-Afghani masih menginspirasi pemikir-pemikir Islam kontemporer dalam
menghadapi tantangan umat Islam meskipun dalam konteks dan situasi zaman yang
telah berbeda.
Sebagai seorang aktivis politik,
nampaknya Al-Afghani lebih mantap dalam karya-karya lisan (pidato) daripada
dalam tulisan, sekalipun begitu, karya tulisnya yang tidak terlalu banyak tetap
mempunyai nilai besar dalam sejarah umat di zaman modern.Beberapa tulisannya
bernada pidato yang amat bersemangat, menggambarkan penilaiannya tentang betapa
mundurnya umat islam dibanding dengan bangsa erofa yang telah ia saksikan.
Tulisan-tulisannya yang tersebar dalam bahasa Arab dan persia telah mengilhami
berbagai gerakan revolusioner Islam
melawan penjajahan dan penindasan barat. Karena pada dasarnya Al-Afghani adalah
seorang revolusioner politik, ia mengemukakan ide-idenya hanya dalam garis
besar, berupa kalimat-kalimat yang bersemangat dan ungkapan-ungkapan kunci,
tanpa elaborasi intelektual yang lebih jauh.[10]
c. Pengaruh
Jamaluddin Al-Afghani
Seperti sudah disebutan, Al-Afghani
menyuarakan gagasan seperti Pan-Islamisme. Sebenarnya gagasan seperti itu juga
pernah disuarakan oleh Usmaniah Muda, tetapi sangat kurang pengaruhnya terhadap
bangsa-bangsa yang bahasanya bukan turki. Sedangkan Al-Afghani mempublikasikan
tulisan dalam bahasa Arab dan Persia sehingga penulis-penulis terkemudian banyak menyebutkan bahwa Al-Afghani merupakan pembaharu
internal.
Ide pembebasan dari kendali barat,
merupakan tujuan perjuangan politik Al-Afghani yang paling populer.
Ucapan-ucapan Al-Afghani banyak dikutip oleh kaum modernis Islam, nasionalis,
maupun Islam kontemporer yang mendukung kebebasan seperti itu. Al-Afghani juga
menarik bagi aktivis terkemudian karena
kehidupan politiknya yang luar biasa. Muslim maupun barat pernah
memiliki kontak dengan Al-Afghani. Penulis Barat seperti E.G. Brown dan Wilfred
Blunt membuat tulisan yang isinya membuat pengakuan dan memuji Al-Afghani
semakin memperkuat posisi Al-Afghani di dunia muslim. Fakta bahwa Al-Afghani
telah mempesona dan bahkan berdebat dengan orang-orang barat terkemuka membuat
sosok Al-Afghani semakin penting di mata intelektual muslim. Akhirnya
popularitas Al-Afghani yang berkelanjutan terjadi karena dia dipandang
berbahaya oleh orang-orang barat. Namun ada penilaian bahwa pengaruh Al-Afghani
lebih berdasarkan pada biografi yang pada umumnya mitos dan interpretasi atas
gagasan-gagasannya.
Letak keungulan Al-Afghani bukanlah dia
sebagai pemikir, meskipun dalam pemikiran itu ia tetap sangat penting karena ia
menunjukkan pandangan masa depan yang jauh dan daya baca zaman yang tajam.
Kebesarannya terletak terutama dalam peranannya sebagai pembangkit kesadaran
politik umat Islam menghadapi barat, dan pemberi jalan bagaimana menghadapi
arus modernisasi dunia ini.
Albert Hourani, misalnya memberikan
komentar bahwa Al-Afghani adalah seseorang yang karangannya tidak banyak
dikenal tetapi pengaruh kepribadiannya amat besar. Bahkan ide-ide Al-Afghani
masih memberikan warna pada gerakan kontemporer Islam, seperti Gerakan Kiri
Islam yang dimotori oleh Hassan Hanafi. Pada tahun 1981, Hanafi menerbitkan
Jurnalnya, Al-Yasar al-Islamy (Kiri Islam), sebagai tanda awal gerakannya.
Menurutnya jurnal tersebut adalah kelanjutan dari Al-Urwah al Wutsqa yang
pernah diterbitkan oleh Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Tujuan jurnal tersebut
menurut Hanafi , adalah berjuang melawan kolonialisme dan keterbelakangan,
berjuang untuk mewujudkan kebebasan, keadilan sosial dan menyatukan dunia
Islam.[11]
D. Dampak Positif Dan Negatif Yang Ditimbulkan
Adanya Oksidentalisme
Berbicara dampak positif dan
negatif akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan
antara kebaikan dan keburukan, artinya sudah menjadi sunnatullah di
dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya. Dalam
kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan
yang muncul.
Menurut penulis dampak positif dan
negatif akibat oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri.
Seorang oksidentalis yang benar menurut penulis ialah yang tidak terlalu
terpengaruh dengan kemajuan peradaban Barat dan lantas mengadopsi apa saja yang
yang diproduksi oleh Barat, boleh mengambil dan meniru Barat,tetapi harus
mem-filter-nya dengan landasan Islam dan iman. karena kalau tidak, akan
menimbulkan semacam racun dalam masyarakat timur khususnya umat Islam.
Islam yang universal, mengajarkan
liberalisme dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi
dibatasi oleh dua pokok fundamental yaitu Al-Qur'an dan Hadis, seagaimana
ungkapan yang sering kita dengar “kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu
dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang didengung-dengungkan dan
dianut oleh Barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan ini bahaya.
Menurut Hassan Hanafi, “Jika
Oksidentalisme telah selesai dibangun dan telah dipelajari oleh para peneliti
dari beberapa generasi, lalu menjadi arus utama (thayyar `âmm) pemikiran
di negara kita (Mesir dan Timur Tengah, termasuk Indonesia) serta memberikan
andil dalam membentuk kebudayaan tanah air, maka akan terdapat hasil-hasil
seperti berikut ini;
1. Adanya
kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal sampai akhir, sejak
kelahiran hingga keterbentukan.
2. Mempelajari
kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai sejarah, bukan sebagai kesadaran yang
berada di luar sejarah (khârij al-târîkh).
3. Mengembalikan
Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi
tanpa batas, mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan,
sehingga partikularitas Barat akan terlihat.
4. Menghapus mitos
“kebudayaan kosmopolit”; menemukan spesifikasi bangsa di seluruh dunia,
dan bahwa setiap bangsa memiliki tipe peradaban serta kesadaran tersendiri,
bahkan ilmu fisika dan teknologi tersendiri seperti yang terjadi di India,
Cina, Afrika dan Amerika Latin; menerapkan metode sosiologi ilmu pengetahuan
dan antropologi peradaban pada kesadaran Eropa yang selama ini diterapkan
produsennya pada kesadaran non Eropa, dan merupakan satu penemuan yang sangat
berharga yang orisinal dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Singkatnya, agar
terjadi pola hubungan seimbang, akan muncul berbagai sentrimisme, semua
peradaban dalam satu level, sehingga terjadi hubungan timbal balik dan
interaksi peradaban yang harmonis.
5. Membuka
jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa dan membebaskannya dari “akal”
Eropa yang menghalangi nuraninya, sehingga bangsa non Eropa dapat berpikir
dengan “akal” dan kerangka lokalnya sendiri. Sehingga akan ada keragaman tipe
dan model. Tidak tunggal bagi semua bangsa di dunia. “Tidak ada kreasi tanpa
pembebasan diri dari kontrol the other dan tidak ada inovasi orisinal tanpa
kembali kepada diri sendiri yang telah terbebas dari keterasingan dalam the
other. Orisinalitas ini akan beralih dari tingkat kesenian rakyat ke tingkat
substansial dan konsepsi tentang alam.[12]
III.
KESIMPULAN
Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin
pergerakan Islam pada akhir abad ke -19. Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang
dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat dan
mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a.
Semua
pemikiran-pemikirannya adalah berdasarkan kepercayaannya, yaitu Islam adalah
yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan
ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa
perbuahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan
mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seperti yang tercantum
dalam al-Qur’an dan Hadits.
Adapun
dampak positif dan negatif akibat kajian oksidentalisme sama
halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan, artinya
sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap
sempurna akan nampak kekurangannya. Dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan
yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Daftar Pustaka
Bachrain,Oksidentalisme,(http://bachrain88.blogspot.com/2013/05/oksidentalisme.html), diakses pada 11-12-2014
Daya. Burhanuddin, Pergumulan
Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme, Suka Press, 2008.
Hadi,
Saiful. Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta : Insan Cemerlang, tth.
Hanafi, Hassan. Oksidentalism: Sikap Kita Terhadap Tradisi
Barat, Terj. M.
Najib Buchori,Jakarta: Paramadina, 2000.
Mohammad,
Herry. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh, Jakarta : Gema Insani, 2006.
Muhyidinulfa,http://muhyidinulfa.blogspot.com/2013/05/jamaluddin-alafghani.
htm.(Diakses 27-12-2014)
Munawir, Imam. Mengenal
Pribadi dan Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006).Hlm 150
Nasution, Harun. Pembaharuan
Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang,
1975.
NyitKunyit, orientalisme dan
oksidentalisme,(http://semprulle44.blogspot.com
/2013/02/orientalisme-dan-oksidentalisme-melacak.html),(Diakses 27-12-2014)
Ulin
Nuha, Studi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (http://ulinnuha.
blogspot.com/2013/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html),(Diakses 25-12- 2014)
[1] Hassan
Hanafi, Oksidentalism: Sikap Kita Terhadap Tradisi
Barat, Terj. M. Najib Buchori,,
(Jakarta: Paramadina, 2000), hal 25-34
[2]
Ulin Nuha, Studi Analisis
Orientalisme dan Oksidentalisme, (http://ulinnuha.blogspot.com/2013
/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html), (Diakses 25-12- 2014)
[3] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975).Hlm. 73
[5]Bachrain,Oksidentalisme,(http://bachrain88.blogspot.com/2013/05/oksidentalisme.html), (diakses pada 11-12-2014)
[6]
Burhanuddin Daya, Pergumulan Timur
Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme, Suka Press, 2008. hal 88
[7] Saiful Hadi, Ilmuwan Muslim
Pengukir Sejarah, (Jakarta : Insan Cemerlang, tth).Hlm 53
[8] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang
Berpengaruh, (Jakarta : Gema Insani, 2006).Hlm 75
[9]
Nyit Kunyit, orientalisme dan oksidentalisme, (http://semprulle44.blogspot.com/2013/02/orient
alisme-dan-oksidentalisme-melacak.html), (Diakses 27-12-2014)
[10]
Imam
Munawir, Mengenal Pribadi dan Pemikir Islam Dari Masa Ke Masa,
(Surabaya : PT Bina Ilmu, 2006).Hlm 150
[11] Muhyidinulfa, http://muhyidinulfa.blogspot.com/2013/05/jamaluddin-al-afghani.htm. (Diakses 27-12-2014)
[12] Hassan
Hanafi, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori, hlm.51
0 komentar:
Posting Komentar