by. Hasnan Adib
Ayat Riba Dan Penjelasanya
I. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian
dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk
melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan
tertentu guna mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku
kehidupan manusia,
Sebagai metodologi atau rumusan dalam
makalah ini, penulis ingin sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih
baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya,
maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni : Ayat dan
artinya, Asbabul Nuzul, Tafsir pedapat para ulama’ Tafsir, dan Kesimpulan.
Inilah yang nantinya penulis ingin uraikan sartu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang
ayat-ayat Riba.
II. Ayat Riba Dan Penjelasanya
A.
Pengertian Riba
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu
bisa mengandung ma’na tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara
bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara
linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil.[1]
Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun
secara umum yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prisip muamalah dalam Islam.
Dalam al-Qur’an
ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, diantaranya yaitu 30:39, 4:160,
3:130 dan juga dalam ayat yang lainya. Tiga diantarannya turun setelah Nabi
Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di Makkah. Yang di Makkah
walaupun menggunakan kata riba 30:39, ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud di
sana bukan riba yang haram karena ia diartikan sebagai pemberian hadiah, yang
bermotif memperoleh imbalan banyak dalam kesempatan yang lain.[2]
B.
Riba (Berupa Zakat)
a. Surat Ar-Ruum ayat 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ
فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya).
Pada ayat ini dijelaskan
bahwasanya Allah SWT membenci riba dan
perbuatan riba tersebut tidaklah mendapatkan pahala
di sisi Allah SWT. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang
mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan
untuk tidak melakukan hal yang negatif.[3]
b. Penjelasan Ayat
Dalam ayat Al-Qur’an yang telah
diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir dalam mentafsiri Ayat
Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda. Dalam ayat yang pertama
Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain, menafsiri bahwa Lafadz “وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا”yakni umpamanya sesuatu yang
diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya dari apa yang telah
diberikan orang lain memberikan kepadanya basalan yang lebih banyak dari apa
yang telah ia berikan, pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan
yang dimaksudkan dalam masalah muamalah. Kemudian dilanjutkan lafadz “ لِيَرْبُوَ“
yakni orang-orang yang memberi itu, mendapatkan balasan yang bertambah banyak,
dari sesuatu hadiah yang telah diberikan.sedangkan “ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ “ yang terdapat penjelasana
yakni riba itu tidak menambah banyak inda Allah atau disisi Allah dalam arti
tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ... ألحini bahwa
orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah, untuk mendapatkan
keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari
Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam ungkapan ini
terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau
mukhathabin”.[4]
Dalam uraian di atas dalam kami
simpulkan bahwa :
1. Riba di dalam Muamalah yang tidak akan mendadikan tambah
di sisi Allah atau Inda Allah.
2. Tidak mendapat pahala orang yang
melakukan riba atau tambahan.
3. Anggapan salah yang ditolak, bahwa pinjaman riba yang
pada diri orang yang memberi hadiah, seolah-olah menolong mereka yang
membutuhkannya dan juga melakukan suatu perbuatan untuk mendekatitakarrub
kepada Allah.
4. Shodaqoh merupakan perkara yang dilipat-lipat gandakan
oleh Allah kepada orang yang bersedekah.
5. Ayat yang bersifat peringatan untuk tidak melakukan hal
yang negatif atau perkara yang dilarang oleh Allah.
6. Ayat ini tidak
ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya“riba itu haram”.
C. Larangan
Untuk Melakukan Riba (Perbuatan Jelek)
a.
al-Baqarah ayat 287
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ )البقرة: ٢٧٨(
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
b. Sebab Turun Ayat
Ibnu Abbas
berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah, Attab bin
Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari penduduk
Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas
konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban,
turunlah ayat ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah)[5]
c. Penjelasan
Ayat
Ayat ini adalah sebuah perintah,
tetapi perintahnya adalah untuk meninggalkan. Di
dalam ushul fiqih larangan terhadap sesuatu
adalah berarti perintah untuk berhenti
mengerjakan sesuatu tersebut. Dalam hal ini
larangan untuk mengerjakan riba berarti perintah untuk
berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.[6]
Di dalam Hadits bahkan ada
beberapa orang yang terkait dengan orang
yang bertransaksi riba ini akan mendapat
laknat dari Allah SWT, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول
الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه
مسلم)
Dari Jabir r.a
berkata: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba,
orang yang mewakili riba, penulis riba,
dan 2 orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau
bersabda: mereka adalah sama.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
keharaman riba adalah jika dilakukan dengan berlipat
ganda sebagaimana ayat di atas yang
menyebutkan larangan untuk tidak memakan
riba dengan berlipat ganda.
Menjawab hal tersebut
bahwa sesungguhnya lafadz أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً adalah bukan
menunjukkan bahwa larangan ini berlaku hanya kepada riba yang
diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi ayat ini
hanya menggambarkan bahwa keadaan ketika ayat
tersebut diturunkan bahwa masyarakat Arab
ketika itu benar-benar melakukan perbuatan
tercela dengan mengambil riba yang berlipat
ganda. Turunnya ayat ini adalah fase
ketika dari turunnya larangan riba yang
secara bertahap. Artinya larangan sampai
fase yang ketiga ini hanya bersifat
larangan terbatas (juz’i), akan tetapi
selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara jelas
disebutkan bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba
adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil
keuntungan dengan riba itu yang berlipat
ganda maupun yang tidak berlipat ganda.
Seperti pengharaman khomar, bahwa khomar sedikit
maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar
yang merupakan salah satu budaya dari
masyarakat Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya
masyarakat Arab yang sangat kuat, oleh karena itu
Allah SWT dalam pengharaman riba menurunkannya
secara bertahap sama seperti pengharaman khomar
yang juga bertahap.
Ada satu kaedah fiqh yang terkait
dengan hukum riba, yaitu :
اذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنساء
واذا اختلف الجنسان حل التفاضل دون النساء
Jika sama bentuk kedua barang maka
haram (riba fadl dan nasi’ah) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh
lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap haram riba nasiah.[7]
Dalam kaedah ini dijelaskan bahwa riba
yang sama haram untuk berbeda, antara gandum
dengan gandum haram untuk ditukar dalam jumlah yang berbeda.
Selanjutnyaapakah transaksi ribawi akan
merusak akad/ perjanjian jual-beli? Berdasarkan kaedah ushul
fiqih terdapat perbedaan di kalangan ulama, yaitu:
Bahwasanya larangan terhadap perkara
muamalah akan menyebabkan rusaknya aqad muamalah tersebut. Artinya akad jual
beli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di
dalamnya.
النهى يضتضى الفساد فى المنهى عنه فى
المعاملات
D. Perintah Menjauhi Riba
a. Ali Imron ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُون )آلعمران: ١٣٠(
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan.
b. Sebab Turunya Ayat
Menurut Mujahid,
orang Arab terbiasa melakukan transaksi jual-beli dengan jangka waktu (kredit).
Jika waktu pembayaran tiba, mereka ingkar dan tidak mau membayar. Dengan
demikian, bertambah besar bunganya, dan semakin pula bertambah jangka waktu
pembayaran. Atas praktik tersebut, Allah menurunkan ayat tersebut (HR. Faryabi)[8]
c.
Penjelasan Ayat
Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli
Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah kaum
Sakif atau golongan manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُوا الرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di
dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguwat
yaitu مُضَاعَفَةً ini maksudnya adala الاجل misi
atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ takutlah kamu semua orang Iman
kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba. لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَini dengan
maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka seksaan Allah.[9]
Dalam Tafsir di atas dalam Surat Ali
Imron ayat 130 ini penulis simpulkan bahwa :
a. yang diperingatkan dalam ayat ini adalah Golongan
Saqif, umumnya Ummat Mamusia beragama Islam,
b. Peringatan
untuk menjahui makan Riba.
c. Takutlah kepada
Allah dalam makan harta Riba, dengan harapan tidak mendapat murka dan Seksa
dari Allah;
Surat Al Baqarah Ayat 275 – 276 bahwa :
الربا : الزيادة والنمو
Riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan manusia
Arab pada masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain
dalam tempo waktu tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan
menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi makaorang tersebut akan
melipatgandakan pokok hartanya.[10]
يَأْكُلُونَ الرِّبَا
Arti makan di sini adalah bermuamalah
atau bertransaksi, disebutkan dengan kata makan karena pada umumnya
kebanyakan tujuan kepemilikan harta adalah untuk dimakan.[11]
لَا يَقُومُونَ
Maksudnya dibangkitkan dari kubur pada
hari kiamat nanti. Hal ini juga seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud yang
menambahkan kata hari kiamat [12].
pada kalimat: لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ
Maksudnya berdiri tidak seimbang
seperti orang gila .
مَوْعِظَةٌ
Maksudnya peringatan untuk kebaikan.
Yang dimaksud disini adalah larangan untuk meninggalkan riba.[13]
Secara ringkas bahwa Ibnu Kasir
menafsiri Surat Al-Baqarah ayat yang ke 275, yakni: bahwa orang yang
memakan riba maka ketika mereka bangkit dari kuburannya pada hari kiamat
melainkan seperti berdirinya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan
Setan.
III. Kesimpulan
Riba secara
bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain
secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar.
Dalam al-Qur’an
ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, diantaranya yaitu 30:39, 4:160,
3:130 dan juga dalam ayat yang lainya.
Dalam ayat
Al-Qur’an yang telah diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir
dalam mentafsiri Ayat Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda.
Dalam ayat yang pertama Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain,
bahwa orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah, untuk
mendapatkan keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat
ganda dari Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam
ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau
mukhathabin
Daftar Pustaka
Abdurrahman , Ibnu Sayidi. al-Jawahir
al-Hisan fi Tafsir al-Quran, Libanon. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Bairut, tth.
Antoni , Muhammad
Syafi’I. Bank
Syariah Dari Teori ke Praktik. Depok Gema Insani. Cet. IV. 2009.
Asuyuti,
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahali dan Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar. Tafsir
Jalalain, al-Haramain Jaya Indonesia, 2008.
Baghwi, (al). Ma’alim
Tanzil fi al-Tafsir wa al-Takwil, Bairut: Dar-el-Fikr 1989.
Bik, Muhammad
Hudri. UshuL Fiqh, Beirut: Dar
al-Fikr. 1988.
Departemen
agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai,
Banten, tth). Hlm 48
Manzhur (al),Ibnu. Lisan
al-Arab. Beirut: Dar-al-Fikr, 1990
Shihab, Quraish. Wawasan
Al-Qur’an : Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Uma, Mizan, Bandung. Cet.
I. Tth.
Shobuni (as), Muhammad
Ali. Tafsir Ayat Ahkam. Jilid.1Beirut: Dar al-Fikr, tth.
Zadi, Ibn Thohir bin
Ya’kub Al-Fauruzi. Tanwirul
Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, Dar Al-Fikr, tth.
[1] Muhammad Syafi’I Antoni, Bank Syariah Dari Teori
ke Praktik. (Depok Gema Insani. Cet. IV. 2009). hlm. 37
[2] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir
Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan. Bandung. Cet. I. hlm. 545.
[4] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad
Mahali dan Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar Asuyuti, Tafsir Jalalain,
(al-Haramain Jaya Indonesia, cet 6, 2008).hlm. 295.
[5]
Departemen agama RI,
Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai, Banten,
tth). Hlm 48
[8]
Departemen agama RI,
Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai, Banten,
tth). Hlm 48
[9]
Ibn Thohir bin
Ya’kub Al-Fauruzi zadi, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth).hlm. 56
[11]Al-Baghwi. Ma’alim
Tanzil fi al-Tafsir wa al-Takwil. (Bairut:
Dar el-Fikr. Juz.1. 1989).
Jild. 14
hal. 397
[12]
Ibnu Sayidi
Abdurrahman. al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir
al-Quran.
(Libanon. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Bairut,
tth). Juz.1
hal. 216.
riba, bagaimana hukumnya menerima bunga dari tabungan kita di bank konvensional?
BalasHapusSurat AlBaqarah cm smpe 286 min, kok itu ada ayat AlBaqarah 287? Coba dikoreksi dn diperbaiki min. maksudnya yang bener yang mana min. Jazakulloh khoiron
BalasHapus