KARAKTERISTIK TERJEMAH AL-QUR`AN
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA EDISI PERTAMA
A. Pendahuluan
Secara tekstual, al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih dan
jelas sebagai mukjizat Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam untuk
melemahkan syair-syair jāhilī pada waktu itu. Namun al-Qur`an tidak
hanya merupakan kitab suci yang dispesifikasikan untuk bangsa Arab, melainkan
untuk semua manusia. Dan itu sangat relevan sekali dengan namanya, yaitu
al-Qur`an, yang tidak hanya untuk dibaca, tapi juga juga dipahami isi-isi
kandungan yang tersirat dan tersurat di dalamnya.
Memahami al-Qur`an tidak semudah seperti halnya memahami koran, sebab selain
balāghah-nya yang tinggi, bahasanya pun masih terbilang asing bagi masyarakat
awam yang non-Arab. Oleh karena itu, muncullah inisiatif-inisiatif baru untuk
menerjemahkan al-Qur`an ke berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia yang
sebagaimana dilakukan oleh instansi Departemen Agama Republik Indonesia.
Hadirnya terjemahan tersebut bukan merupakan acuan esensial, namun hanya bersifat
sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami al-Qur`an tingkat dasar.
Sehingga orang awam tidak buta pengetahuan dengan kita sucinya.
Berdasarkan ulasan ini, maka limitasi yang akan dibahas di dalam makalah
ini di antaranya meliputi: sekilas tentang sejarah penerjemahan al-Qur`an di
Indonesia, sejarah penulisan terjemah al-Qur`an Departemen Agama, metode
interpretasi yang digunakan, dan konsentrasi terhadap aya-ayat spesifik yang
mengacu pada penafsiran huruf muqaṭṭa’ah, ayat-ayat antropomorfisme,
ayat tentang ulī al-amr, ayat poligami, dan ayat min nafs wāḥidah.
B. Sekilas tentang Sejarah
Penerjemahan al-Qur`an di Indonesia
Al-Qur`an telah diterjemahkan pada pertengahan abad ke XVII oleh ‘Abd
al-Ra`ūf al-Sinkīlī[1] ke dalam
bahasa Melayu. Walaupun terjemahan ini hanya ditinjau dari sudut pandang ilmu
bahasa Indonesia modern yang belum sempurna, tetapi pekerjaan ini mampu
memberikan kontribusi besar terhadap rintisan awal terjemahan di Indonesia.
Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, mulai bemunculan sejumlah
terjemahan al-Qur`an, baik dalam bentuk juz per juz, maupun seluruh isi
al-Qur`an. Dan usaha ini di dukung oleh gerakan nasional yang disebut dengan
“sumpah pemuda” pada tahun 1928.
Pada tahun 1938, Maḥmūd Yūnus menerbitkan Tarjamah al-Qur`an al-Karīm,
yang telah dimulai pada tahun 1924. Ini merupakan karya pertama yang dapat
diakses dalam bahasa Melayu untuk keseluruhan ayat al-Qur`an, sejak karya ‘Abd
al-Ra`ūf al-Sinkīlī (Tarjumān al-Mustafid) yang muncul sekitar tiga abad
sebelumnya.[2]
Proses terjemahan tersebut semakin cepat setelah Indonesia meraih
kemerdekaan pada tahun 1945. Ada beberapa terjemahan al-Qur`an, salah satunya
adalah al-Qur`an dan Terjemahnya, yang dicetak pertama kali pada tahun
1970.[3]
Karya ini telah dicetak ulang beberapa kali, termasuk perubahan dalam ejaan
bahasa Indonesia. Teks Arab dan Indonesia dicetak berdampingan, sementara
penjelasan dan catatan ditulis dalam footnote.[4]
Melihat fenomena tersebut, pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian
besar terhadap terjemahan al-Qur`an. Hal ini terbukti bahwa penerjemahan
al-Qur`an termasuk dalam pola I Pembangunan Semesta Berencana, sesuai dengan
keputusan MPR. Untuk merealisasikan pekerjaan ini, Menteri Agama telah
membentuk Sebuah instansi yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S. H.
(mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), yang beranggotakan ulama-ulama
dan sarja-sarjana Islam yang mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing.
Setelah adanya dukungan dari Menteri Agama Republik Indonesia di Arab
Saudi, akhirnya karya terjemahan tersebut memiliki status de facto sebagai
terjemahan al-Qur`an berbahasa Indonesia. The King Fahd Complex for the
Printing of the Holy Qur`an mencetak ulang terjemahan tersebut dengan
format yang bagus, dan diberikan kepada para jamaah haji Indonesia dan segenap
pengunjung Tanah Haram.[5]
Atas masukan dan saran masyarakat, dan Pendapat Musyawarah Kerja Ulama
al-Qur`an ke XV (23-25 Maret 1989), terjemahan al-Qur`an tersebut disempurnakan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashih
Mushaf al-Qur`an.
Adapun di antara terjemahan-terjemahan al-Qur`an ke dalam bahasa Indonesia
adalah terjemahan yang dilakukan oleh Kemajuan Islam Yogyakarta; Qur`an Kejawen
dan Qur`an Sundawiyah; penerbit-penerbit percetakan A.B. Sitti Syamsiah Solo,
di antaranya tafsir Hidāyah al-Raḥman oleh K.H. Munawar Chalil; tafsir
Qur`an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), al-Furqān oleh A. Hasan
Bandung (1928); dan lain sebagainya.
C. Sejarah Penulisan
Terjemahan al-Qur`an Departemen Agama Edisi Pertama
Terjemah al-Qur`an Departemen Agama adalah sebuah karya tim para ulama dan
cendekiawan Indonesia. Tim ini terbentuk berdasarkan SK Menteri Agama No. 90
tahun 1972. Kemudian terbit lagi KMA No. 8 tahun 1973 yang berfungsi untuk
menyempurnakan KMA 1972. Tim ini yang kemudian dinamakan sebagai Dewan
Penyelenggara Tafsir al-Qur`an yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H.
dengan anggota yang terdiri dari 10 orang[6].
Al-Qur`an dan terjemahnya ini merupakan hasil kerjasama antara Indonesia
dan Arab Saudi melalui hubungan bilateral yang baik. Terutama melalui peran
penting ‘Abdul Wahab Ahmad Abdul Wāṣī, Menteri Haji dan wakaf Arab Saudi yang
juga sebagi penasehat komplek percetakan al-Qur`an Raja Fahd.[7]
Penulis, secara pasti belum megetahui kapan terjemah al-Qur`an Departemen
Agama ini mulai ditulis, namun, sebagaimana observasi penulis, bahwa proses
penerjemahan ini menghabiskan waktu selama delapan tahun. Hal tersebut dapat
diketahui dalam kata pengantarnya sebagai berikut:
Dengan rasa syukur telah dapat mengantarkan kepada
masyarakat terbitnya kitab Al Qur’an dan Terjemahnya, terdiri dari satu jilid
saja yang berisikan 30 juz. Adapun isinya sama saja dengan isi kitab Al Qur’an
dan terjemahnya jilid kesatu, kedua dan ketiga dengan adanya
perbaikan-perbaikan terhadap beberapa kekeliruan-kekeliruan yang dijumpai pada
kitab Al Qur’an dan Terjemahnya. Di dalam masa-masa yang kami lalui selama 8
tahun mengerjakan tugas berat yang dipukulkan kepada kami ini dengan melalui
bermacam-macam kesulitan, kami tidak dapat melupakan jerih payah kawan-kawan
anggota “Dewan Penterjemah” yang sejak semula sampai selesainya tugas ini tekun
memberikan waktunya yang berharga baik siang maupun malam dengan tidak mengenal
lelah, kepada mereka kami banyak-banyak mengucapkan terima kasih.[8]
Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 1970. Dan telah mengalami
beberapa kali revisi, termasuk dalam ejaan bahasa Indonesia, teks Arab dan
terjemahan Indonesia dicetak berdampingan, sementara penjelasan dan catatan
ditulis dalam footnote (catatan kaki).
D.
Metode Interpretasi
Terjemah al-Qur`an Departemen Agama jika dipandang dari aspek sumber
penafsirannya maka akan masuk dalam ranah interpretasi bi al-ra’yi al-muḥmūd[9].
Hal itu dapat diketahui dari asal menafsirkan sebuah ayat-ayat al-Qur`an yang
lebih cenderung ringkas dan hanya menitikberatkan pada substansi makna secara
singkat yang terkandung dalam sebuah ayat al-Qur`an.[10]
Adapun cara penjelasan yang terdapat dalam Terjemah al-Qur`an Departemen
Agama kecenderungannya mengikuti metode bayānī, yaitu sebuah macam
penafsiran yang memfokuskan cara penjelasan ayat secara mandiri tanpa
mempertimbangkan atau mengkomparasikan pendapat-pendapat lain yang dapat
terjerumus dalam perdebatan di setiap suatu masalah, sehingga penjelasannya
akan semakin meluas tanpa adanya sebuah limitasi yang pasti. Apabila ditinjau
dari aspek keluasan penjelasannya, maka Terjemah al-Qur`an Departemen Agama
termasuk dalam jenis ijmālī[11].
menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan cara yang sangat global dan singkat.
Mengenai sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan Terjemah al-Qur`an
Departemen Agama ini mengikuti metode taḥlīlī, yaitu sebuah sistematika
penafsiran yang mengupas ayat demi ayat secara analisis berdasarkan awal surat
dalam al-Qur`an hingga akhir surat.
Secara garis besarnya Terjemah al-Qur`an Departemen Agama merupakan kitab
tafsir al-Qur`an yang masuk dalam kategori kitab tafsir tarjamah tafsīriyyah[12],
yaitu menjelaskan makna teks al-Qur`an dengan menggunakan bahasa lain, tanpa
memandang urutan teks juga tanpa memandang semua makna yang dikehendaki.
Demikian itu, pemahaman diambil dari substansi teks, kemudian disusun dengan
bahasa penerjemah yang dapat mendatangkan penjelasan sesuai dengan tujuan yang
dianalogikan dari dalam teks al-Qur`an.
E.
Konsentrasi terhadap Penafsiran Ayat-ayat Spesifik
Bab ini akan mencoba untuk menelisik sejauh mana penafsiran yang terdapat
dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama terkait ayat-ayat tertentu seperti
huruf muqaṭṭa’ah, ayat-ayat antropomorfisme, ayat tentang ulī al-amr,
ayat poligami, dan ayat min nafs wāḥidah. Berikut adalah penjelasan
mengenai poin-poin ayat tersebut:
1. Huruf Muqaṭṭa’ah
Huruf muqaṭṭa’ah secara keseluruhan dalam Terjemah al-Qur`an Departemen
Agama tidak ditafsirkan secara imajinatif, hanya saja ditranslitrasi dalam
bahasa Indonesia dengan ejaan alif laam miim. Kemudian diberi catatan
bahwa huruf-huruf abjad (muqaṭṭa’ah) yang terletak pada sebagian dari
surat-surat al-Qur`an ada di antara sebagian ahli tafsir yang menyerahkan
pengertiannya kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, karena dianggap sebagai
ayat-ayat mutashābihāt. Sedangkan golongan lain yang mencoba untuk
menafsirkannya adalah bahwa mereka memandang sebagai nama surat. Ada pula yang
berpendapat bahwa huruf-huruf muqaṭṭa’ah itu berfungsi untuk menarik
respons para pendengar agar memperhatikan al-Qur`an, dan juga untuk
mengisyaratkan bahwa al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Arab yang tersusun dari
huruf-huruf muqaṭṭa’ah.[13]
2. Ayat-ayat Antropomorfisme[14]
Disini penulis akan mengambil satu sampel ayat tentang antropomorfisme yang
terdapat dalam surat al-Fatḥ (48): 10:
يد الله فوق أيديهم
Tangan Allah di atas tangan mereka
Tangan Allah di atas tangan mereka, ini merupakan penjelasan dalam Terjemah
al-Qur`an Departemen Agama. Dan ini juga membuktikan bahwa lafal yad yang
dinisbatkan kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tidak ditakwil dengan
menggunakan makna yang lebih marjūḥ sebagaimana yang dilakukan oleh para
ulama belakangan. Namun di sisi lain ada catatan penjelasan terkait yang
dimaksud dengan tangan Allah di atas tangan mereka adalah untuk
menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam sama
halnya berjanji dengan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Jadi seakan-akan tangan
Allah di atas tangan-tangan orang yang berjanji tersebut. Dan perlu diketahui
bahwa Allah Subḥānahu wa Ta’ālā Maha Suci dari segala sifat yang
menyerupai makhluk-Nya.[15]
3. Ayat Ulī al-Amr
Lafal ulī al-amr dalam al-Qur`an disebutkan dua kali dalam surat
al-Nisā`, yaitu pada ayat 59[16]
dan 83[17].
Mengenai ayat 59 Terjemah al-Qur`an Departemen Agama tidak menjelaskan secara
rinci tentang substansi makna ulī al-amr dalam ayat tersebut. Namun
dalam ayat 83 sedikit dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulī al-amr adalah
tokoh-tokoh Sahabat dan para cendekiawan.[18]
Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa ulī al-amr merupakan orang-orang
yang mempunyai otoritas dan integritas tertinggi dalam merealisasikan semua
tindakan.
4. Ayat Poligami
Problematika tentang poligami sering kali diperdebatkan dalam surat
al-Nisā` (48): 10[19].
Secara garis besar Terjemah al-Qur`an Departemen Agama menjelaskan bahwa Islam
memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turunnya ayat
ini poligami memang sudah ada dan pernah juga dijalankan oleh para Nabi sebelum
nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam. Ayat ini membatasi poligami
sampai empat istri saja.[20]
5. Ayat Min Nafs
Wāḥidah
Interpretasi terhadap redaksi ayat min nafs wāḥidah dalam ayat
pertama surat al-Nisā` dijelaskan Terjemah al-Qur`an Departemen Agama menurut
beberapa pendapat para mufassir. Menurut mayoritas ulama ahli tafsir min
nafs wāḥidah ditafsirkan dengan tulang rusuk nabi Adam Alayhi al-Salām.
Selain itu, ada pula yang menafsirkan dengan unsur yang serupa, yaitu tanah
yang diciptakan menjadi nabi Adam Alayhi al-Salām.[21]
F.
Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi penjelasan tentang karakteristik karakteristik
Terjemah al-Qur`an Departemen Agama Republik Indonesia edisi pertama diatas
dapat disimpulkan beberapa hal sebagaimana berikut:
1.
Penerjemahan al-Qur`an telah dimulai pada
pertengahan abad ke XVII oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī ke dalam bahasa Melayu
dan berlangsung hingga sekarang;
2.
Terjemah al-Qur`an Departemen Agama adalah sebuah
karya tim para ulama dan cendekiawan Indonesia, dan juga merupakan hasil
kerjasama antara Indonesia dan Arab Saudi melalui hubungan bilateral yang baik;
3.
Metode interpretasi Terjemah al-Qur`an Departemen
Agama ditinjau dari sumber penafsirannya adalah al-ra’yi al-muḥmūd, cara
penjelasan menggunakan metode bayānī, aspek keluasan penjelasannya
adalah ijmālī, sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan adalah taḥlīlī,
dan secara garis besarnya Terjemah al-Qur`an Departemen Agama merupakan kitab
tafsir al-Qur`an tarjamah tafsīriyyah;
4.
Huruf muqaṭṭa’ah secara keseluruhan dalam
Terjemah al-Qur`an Departemen Agama tidak ditafsirkan secara imajinatif;
5.
Ketika menyinggung ayat-ayat tentang antropomorfisme,
maka tidak melakukan sebuah penakwilan;
6.
lafal ulī al-amr dijelaskan sebagai
tokoh-tokoh Sahabat dan para cendekiawan. Kalau sekarang dapat dikorelasikan
dengan tokoh agama dan intelektual;
7.
poligami hanya dibatasi pada empat istri;
8.
Redaksi ayat min nafs wāḥidah ditafsirkan
sebagai tulang rusuk Adam Alayhi al-Salām dan tanah yang diciptakan
untuk mewujudkan Adam Alayhi al-Salām.
Bibliografi
Departemen Agama RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya. Arab Saudi: Fahd bin
‘Adb al-‘Azīz al-Sa’ūd. Tth
Dhahabī (al-), Ḥusain, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Ttp: Mus’ab bin ‘Umair.
2004
Jhons, Anthony H. “Tafsir al-Qur`an di Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian
Awal”. Jurnal Studi al-Qur`an. 3. (2006)
Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama. 2002
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah. 2014
Zarqānī, (Al). Manāhil al-Qur`an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
2010
[1] ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī adalah ulama asal Sinkel,
Aceh, Sumatra pertama yang mempelajari pendidikan di Madinah dan beberapa kota
di Arab Saudi dalam jangka waktu yang lama. Dan terkenal dengan kitab
fonumenalnya yang berjudul “Tarjumān al-Mustafīd”.
[2] Anthony H. Jhons, “Tafsir al-Qur`an di
Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian Awal”, Jurnal Studi al-Qur`an, 3,
(2006), 481.
[3] Terjemahan ini merupakan topik pembahasan utama
dalam makalah ini.
[4] Ibid, 482.
[5] Ibid.,
[6] Orang-orang tersebut adalah Hasbi al-Siddiqi, Bustami A.
Ghani, Muchtar Yahya, Toha Yahya Umar, Mukti Ali, Kamal Muchtar, Gazali Thaib,
Musaddad, Ali Maksum, Busjairi Madjidi.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya,
(Arab Saudi: Fahd bin ‘Adb al-‘Azīz al-Sa’ūd, tth), 5.
[8] Lihat kata pengantarnya Soenarjo dalam terjemah
al-Qur`an Departemen Agama halaman 9.
[9] Sebuah rasionalitas penafsiran yang disandarkan
pada jalur yang benar dan tidak jauh dari unsur kesesatan. Lihat. Al-Zarqānī, Manāhil
al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010), hlm. 293.
[10] Contoh dapat dilihat dari semua ayat yang
ditafsirkan.
[11] menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan cara yang
sangat global dan singkat. Lihat. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir,
(Jakarta: Amzah, 2014), 119.
[12] Ḥusayn al-Dhahabī, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Ttp:
Mus’ab bin ‘Umair, 2004), 1:21.
[14] Istilah antropomorfisme dalam kamus ilmiah dijelaskan
sebagai bentuk meletakkan sifat-sifat manusia kepada bukan manusia atau kepada
alam. Istilah ini juga digunakan untuk memberikan gambaran tentang sifat Tuhan
dengan sifat-sifat dan bentuk manusia. Lihat. Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah
Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), 39.
[15] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya,
838.
[16] يأيها الذين أمنوا
أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم فإن تنازعتم في شيئ فزدوه إلى
الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذلك خير وأحسن تأويلا.
[17] وإذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف
أذاعوا به ولو رَدوه إلى الرسول وإلى أولى الأمر منهم لعلمه الذين
يستنبطونه منهم ولولا فضل الله عليكم ورحمته لاتبعتم الشيطان إلا قليلا.
[18] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya,
130 dan 132-133.
[19] وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا
ما طاب لكم من النساء مثنى وثلث وربع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت
أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا.
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya,
115.
0 komentar:
Posting Komentar