TEKS BERJALAN KE KIRI

Pages

Selasa, 06 Januari 2015

Ayat Riba Dan Penjelasanya



by. Hasnan Adib
 Ayat Riba Dan Penjelasanya
I.     Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan tertentu guna mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia,
Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, penulis ingin sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni : Ayat dan artinya, Asbabul Nuzul, Tafsir pedapat para ulama’ Tafsir, dan Kesimpulan. Inilah yang nantinya penulis ingin uraikan sartu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat Riba.
II. Ayat Riba Dan Penjelasanya
A. Pengertian Riba
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung  ma’na tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.[1] 
Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam.
Dalam al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, diantaranya yaitu 30:39, 4:160, 3:130 dan juga dalam ayat yang lainya. Tiga diantarannya turun setelah Nabi Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di Makkah. Yang  di Makkah walaupun menggunakan kata riba 30:39, ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud di sana bukan riba yang haram karena ia diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan banyak dalam kesempatan yang lain.[2]
B. Riba (Berupa Zakat)
a.    Surat Ar-Ruum ayat 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Pada ayat ini  dijelaskan  bahwasanya  Allah  SWT  membenci riba  dan  perbuatan  riba tersebut  tidaklah  mendapatkan  pahala di  sisi Allah SWT. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.[3]
b. Penjelasan Ayat
Dalam ayat Al-Qur’an yang telah diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir dalam mentafsiri Ayat Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda. Dalam ayat yang pertama Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain, menafsiri bahwa Lafadz “وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا”yakni umpamanya sesuatu yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya dari apa yang telah diberikan orang lain memberikan kepadanya basalan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan, pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksudkan dalam masalah muamalah. Kemudian dilanjutkan lafadz “ لِيَرْبُوَ“ yakni orang-orang yang memberi itu, mendapatkan balasan yang bertambah banyak, dari sesuatu hadiah yang telah diberikan.sedangkan “ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ “ yang terdapat penjelasana yakni riba itu tidak menambah banyak inda Allah atau disisi Allah dalam arti tidak ada pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ... ألحini bahwa orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah, untuk mendapatkan keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam  ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau mukhathabin”.[4]
Dalam uraian di atas dalam kami simpulkan bahwa :
1.       Riba di dalam Muamalah yang tidak akan mendadikan tambah di sisi Allah atau Inda Allah.
 2.       Tidak mendapat pahala orang yang melakukan riba atau tambahan.
3.       Anggapan salah yang ditolak, bahwa pinjaman riba yang pada diri orang yang memberi hadiah, seolah-olah menolong mereka yang membutuhkannya dan juga melakukan suatu perbuatan untuk mendekatitakarrub kepada Allah.
4. Shodaqoh merupakan perkara yang dilipat-lipat gandakan oleh Allah kepada orang yang bersedekah.
5. Ayat yang bersifat peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif atau perkara yang dilarang oleh Allah.
6.  Ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya“riba itu haram”.
C. Larangan Untuk Melakukan Riba (Perbuatan Jelek)
a. al-Baqarah ayat 287
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ )البقرة: ٢٧٨(
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

b. Sebab Turun Ayat
Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah, Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah)[5]
c. Penjelasan Ayat
Ayat ini adalah sebuah perintah, tetapi perintahnya adalah  untuk  meninggalkan.  Di  dalam  ushul  fiqih  larangan  terhadap sesuatu  adalah  berarti  perintah  untuk  berhenti  mengerjakan  sesuatu tersebut.  Dalam  hal  ini  larangan  untuk  mengerjakan  riba  berarti perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.[6]
Di  dalam  Hadits  bahkan  ada  beberapa  orang  yang  terkait dengan  orang  yang  bertransaksi  riba  ini  akan  mendapat  laknat  dari Allah SWT, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه مسلم)
Dari  Jabir  r.a  berkata:  Rasulullah  SAW  melaknat pemakan  riba,  orang  yang  mewakili  riba,  penulis  riba,  dan  2  orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda: mereka adalah sama.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba adalah jika  dilakukan  dengan  berlipat  ganda  sebagaimana  ayat  di  atas  yang menyebutkan  larangan  untuk  tidak  memakan  riba  dengan  berlipat ganda.    Menjawab    hal    tersebut    bahwa    sesungguhnya    lafadz أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً  adalah  bukan  menunjukkan  bahwa  larangan  ini berlaku hanya kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi  ayat  ini  hanya  menggambarkan  bahwa  keadaan  ketika  ayat tersebut  diturunkan  bahwa  masyarakat  Arab  ketika  itu  benar-benar melakukan  perbuatan  tercela  dengan  mengambil  riba  yang  berlipat ganda.  Turunnya  ayat  ini  adalah  fase  ketika  dari  turunnya  larangan riba  yang  secara  bertahap.  Artinya  larangan  sampai  fase  yang  ketiga ini  hanya  bersifat  larangan  terbatas  (juz’i),  akan  tetapi  selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara  jelas disebutkan  bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil keuntungan  dengan  riba  itu  yang  berlipat  ganda  maupun  yang  tidak berlipat  ganda.  Seperti  pengharaman  khomar,  bahwa  khomar  sedikit maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar  yang  merupakan  salah  satu  budaya  dari  masyarakat  Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya masyarakat Arab yang sangat  kuat,  oleh  karena  itu  Allah  SWT  dalam  pengharaman  riba menurunkannya  secara  bertahap  sama  seperti  pengharaman  khomar yang juga bertahap.
Ada satu kaedah fiqh yang terkait dengan hukum riba, yaitu :
اذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنساء واذا اختلف الجنسان حل التفاضل دون النساء
Jika sama bentuk kedua barang maka haram (riba fadl dan nasi’ah) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap haram riba nasiah.[7]
Dalam kaedah ini dijelaskan bahwa riba yang sama haram  untuk  berbeda,  antara  gandum  dengan  gandum  haram  untuk ditukar dalam jumlah yang berbeda.
Selanjutnyaapakah transaksi ribawi akan merusak akad/ perjanjian jual-beli?  Berdasarkan kaedah   ushul fiqih terdapat perbedaan di kalangan ulama, yaitu:
Bahwasanya larangan terhadap perkara muamalah akan menyebabkan rusaknya aqad muamalah tersebut. Artinya akad jual beli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di dalamnya.
النهى يضتضى الفساد فى المنهى عنه فى المعاملات
D. Perintah Menjauhi Riba
a. Ali Imron ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون )آل‌عمران: ١٣٠(
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
b.    Sebab Turunya Ayat
Menurut Mujahid, orang Arab terbiasa melakukan transaksi jual-beli dengan jangka waktu (kredit). Jika waktu pembayaran tiba, mereka ingkar dan tidak mau membayar. Dengan demikian, bertambah besar bunganya, dan semakin pula bertambah jangka waktu pembayaran. Atas praktik tersebut, Allah menurunkan ayat tersebut (HR. Faryabi)[8]
c. Penjelasan Ayat
Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah kaum Sakif atau golongan manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُوا الرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguwat yaitu مُضَاعَفَةً ini maksudnya adala  الاجل misi atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ  takutlah kamu semua orang Iman kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba.  لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَini dengan maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka seksaan Allah.[9]
Dalam Tafsir di atas dalam Surat Ali Imron ayat 130 ini penulis simpulkan bahwa :
a. yang diperingatkan dalam ayat ini adalah Golongan Saqif, umumnya Ummat Mamusia beragama Islam,
 b. Peringatan untuk menjahui makan Riba.
 c. Takutlah kepada Allah dalam makan harta Riba, dengan harapan tidak mendapat murka dan Seksa dari Allah;
Surat Al Baqarah Ayat 275 – 276 bahwa :
الربا : الزيادة  والنمو
Riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan manusia  Arab  pada  masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain dalam tempo waktu  tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi  makaorang tersebut akan melipatgandakan pokok hartanya.[10]
يَأْكُلُونَ الرِّبَا
Arti makan di sini adalah bermuamalah atau bertransaksi, disebutkan dengan kata makan karena pada umumnya kebanyakan   tujuan kepemilikan harta adalah untuk dimakan.[11]
لَا يَقُومُونَ
Maksudnya dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat  nanti. Hal ini juga seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud yang menambahkan kata hari kiamat [12]. pada kalimat: لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Maksudnya berdiri tidak seimbang seperti orang gila .
مَوْعِظَةٌ
Maksudnya peringatan untuk kebaikan. Yang dimaksud disini adalah larangan untuk meninggalkan riba.[13]
Secara ringkas bahwa Ibnu Kasir menafsiri Surat Al-Baqarah ayat yang ke 275, yakni: bahwa orang yang memakan riba maka ketika mereka bangkit dari kuburannya pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan Setan.
III. Kesimpulan
            Riba secara bahasa bermakna :  Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar.
            Dalam al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, diantaranya yaitu 30:39, 4:160, 3:130 dan juga dalam ayat yang lainya.
            Dalam ayat Al-Qur’an yang telah diutarakan di atas para Ulama Mufasirin atau Ahli Tafsir dalam mentafsiri Ayat Al-Qur’an terdapat berbagai pemahaman yang berbeda-beda. Dalam ayat yang pertama Surat Ar-Ruum ayat 39 dalam Kitab tafsir Jalalain, bahwa orang-orang yang melakukan sedekah semata-mata karena Allah, untuk mendapatkan keridhoaan-Nya inilah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam  ungkapan ini terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau mukhathabin


Daftar Pustaka
Abdurrahman , Ibnu Sayidi.  al-Jawahir  al-Hisan  fi  Tafsir  al-Quran, Libanon. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Bairut, tth
Antoni , Muhammad Syafi’I. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Depok Gema Insani. Cet. IV. 2009.
Asuyuti, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahali dan Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar. Tafsir Jalalain, al-Haramain Jaya Indonesia, 2008.
Baghwi, (al).  Ma’alim  Tanzil  fi  al-Tafsir  wa  al-Takwil, Bairut: Dar-el-Fikr 1989.
Bik, Muhammad Hudri. UshuL Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr. 1988.
Departemen agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai, Banten, tth). Hlm 48
Manzhur (al),Ibnu.  Lisan  al-Arab. Beirut: Dar-al-Fikr, 1990
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Uma, Mizan, Bandung. Cet. I. Tth.
Shobuni (as), Muhammad Ali. Tafsir Ayat Ahkam. Jilid.1Beirut: Dar al-Fikr, tth.
Zadi, Ibn Thohir bin Ya’kub Al-Fauruzi. Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, Dar Al-Fikr, tth.


[1] Muhammad Syafi’I Antoni, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. (Depok Gema Insani. Cet. IV. 2009). hlm. 37
[2] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan. Bandung. Cet. I. hlm. 545.
[3] Muhammad Ali as-Shobuni. Tafsir Ayat Ahkam. (Beirut: Dar al-Fikr). Jilid.1, hal.390
[4] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Mahali dan Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar Asuyuti, Tafsir Jalalain, (al-Haramain Jaya Indonesia, cet 6, 2008).hlm. 295.
[5] Departemen agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai, Banten, tth). Hlm 48
[6] Muhammad Hudri Bik. UshuL Fiqh. (Beirut: Dar al-Fikr. 1988) hal.199.
[7] Muhammad Ali as-Shobuni, Tafsir Ayat Ahkam, hal. 392
[8] Departemen agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid, (Kalim, Pondok Karya Permai, Banten, tth). Hlm 48
[9] Ibn Thohir bin Ya’kub Al-Fauruzi zadi, Tanwirul Al Miqbaas min Tafsir Ibn Abbas, (Dar Al-Fikr, tth).hlm. 56
[10]Ibnu  al-Manzhur.  Lisan  al-Arab. (Beirut:  Dar  al-Fikr.  1990)  hal.  304
[11]Al-Baghwi.  Ma’alim  Tanzil  fi  al-Tafsir  wa  al-Takwil.  (Bairut:  Dar  el-Fikr. Juz.1.  1989). Jild. 14  hal. 397
[12] Ibnu Sayidi  Abdurrahman.  al-Jawahir  al-Hisan  fi  Tafsir  al-Quran.  (Libanon. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Bairut, tth). Juz.1 hal. 216. 
[13] Muhammad Ali as-Shobuni, Tafsir Ayat Ahkam, hal. 383

2 komentar:

  1. riba, bagaimana hukumnya menerima bunga dari tabungan kita di bank konvensional?

    BalasHapus
  2. Surat AlBaqarah cm smpe 286 min, kok itu ada ayat AlBaqarah 287? Coba dikoreksi dn diperbaiki min. maksudnya yang bener yang mana min. Jazakulloh khoiron

    BalasHapus

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com