TEKS BERJALAN KE KIRI

Pages

Jumat, 08 Mei 2015

Tafsir al-Iklil Karya KH. Misbah Mustofa

Tafsir al-Iklil Karya KH. Misbah Mustofa
(al-Iqlil Fi Ma’ani at-Tanzil)
Oleh :

Hasnan Adip Avivi

I.       Pendahuluan
Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup manusia memiliki karakteristik yang terbuka untuk ditafsirkan, ini dapat dilihat dalam realitas sejarah penafsiran al-Qur’an sebagi respon umat Islam dalam upaya memahaminya. Pemahaman atasnya tidak pernah berhenti, tetapi terus berkembang secara dinamis mengikuti pergeseran zaman dan putaran sejarah. Inilah yang menyebabkan munculnya beragam madzhab dan corak dalam penafsiran al-Qur’an.
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para sahabat di zaman Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif keimananm historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi tanggung jawab seorang Muslim untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang kepada nuansa lain yang menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual yang berbeda-beda.
II.    Metode Dan Penjelasan Kitab
A.    Biografi Misbah Mustofa
KH. Misbah adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh, Bangilan, Tuban, Jatim. Ia dilahirkan di pesisir utara Jawa Tengah, tepatnya di kampung Sawahan, Gang Palem, Rembang tahun 1916 dengan nama Masruh. Ia lahir dari pasangan keluarga Zaenal Musthafa dan Khadijah. Ayahnya dikenal masyarakat sebagai orang yang taat beragama, di samping sebagai pedagang yang sukses dalam usaha menjual batik-batik yang berkualitas. Oleh karena itu, keluarga Masruh dikenal sebagai keluarga yang cukup berada secara ekonomi untuk ukuran saat itu, di saat ekonomi Indonesia umumnya sangat memperihatinkan sebagai dampak adanya imperialisme politik dan ekonomi pihak penjajah. Keberangkatan Masruh bersama orangtua dan seluruh anggota keluarga menunaikan ibadah haji merupakan Indikator yang menunjukkan kemampuan ekonomi orangtuanya. Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji tersebut, Masruh kemudian mengganti namanya dengan Misbah Musthafa.
Saat ayahnya meninggal, usia Misbah terhitung masih remaja. Misbah bersama saudara-saudaranya yang lain kemudian diasuh oleh kakak tirinya yang bernama Zuhdi. Oleh karena itu, meskipun orangtua Misbah “berada” tetapi Misbah sudah mengalami hidup yang memprihatinkan sejak ditinggal ayahnya. Inilah salah satu motivasi Misbah untuk selalu menulis dan menerjemahkan kitab-kitab kuning bahkan sejak dia masih berada di Pondok Pesantren. Hasil karangan dan terjemahannya kemudian ia jual untuk memenuhi kebutuhan atau biaya hidup selama belajar di Pondok Pesantren. Tradisi inilah kemudian ia kembangkan hingga wafatnya. Tidak ada waktu luang bagi Misbah kecuali ia manfaatkan untuk menulis dari tangannya kemudian lahir karyakarya tulisan dan terjemahan kitab klasik yang sangat banyak. Tradisi menulis ini yang dikembangkan oleh kakak kandungannya bernama Bisri yang lebih dikenal dengan nama lengkap Bisri Musthafa pengarang Kitab Tafsir al-Ibriz li Ma’rifati al-Qur'an al-Aziz.
Latar belakang intelektual Misbah dimulai ketika ia mengikuti pendidikan sekolah dasar yang saat itu diberi nama SR (Sekolah Rakyat) pada usianya yang baru menginjak 6 tahun. Setelah menyelesaikan studinya Misbah kemudian melanjutkan pendidikan di PonPes Kasingan Rembang pimpinan KH. Khalil bin Harun pada tahun 1928 M. Orientasi pendidikan Misbah difokuskan untuk mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab yang lebih dikenal dengan nama nahwu sharaf, buku-buku yang cukup familier bagi Misbah antara lain; Kitab al-Jurumiyah. Al-Imriti dan alfiyah. Bahkan pada usianya yang muda Misbah berhasil mengkhatamkan alfiyah sebanyak 17 kali. Hal ini menunjukkan keseriusan dan ketekunan Misbah dalam mempelajari nahwu sharaf. Setelah merasa paham dan matang Misbah kemudian mengkaji “Kitab Kuning” dalam berbagai disiplin ilmu-ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, hadits, tafsir, dan lain-lain.
Beliau juga belajar pada beberapa ulama salah satunya yang paling mashur yaitu, KH Kholil, ia juga mengkaji ilmu-ilmu agama kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk mempelajari kitab kuning. Kemudian pada tahun 1948, Misbah menikah dengan Masruhah dan pindah ke Bangilan Tuban, sekaligus membantu mengajar di Ponpes yang dipimpin mertuanya itu. Sudah menjadi sebuah tradisi saat itu, ketika santri (siswa PonPes) yang cukup menonjol secara intelektual akan “diperebutkan” untuk dinikahkan dengan putri kyai pengasuh PonPes. Motivasi ini pula yang melatarbelakangi keinginan KH. Ridhwan untuk menikahkan anaknya dengan Misbah. KH. Ridhwan telah melihat potensi Misbah dalam bidang akademik selain kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap ilmu yang diajarkan dengan cepat ia serap. Karena potensinya itu, KH. Ridhwan mengharapkan Misbah untuk mengurus PonPes “al-Balagh” yang ia pimpin manakala ia belum meninggal dunia. Pada awalnya Misbah merasa keberatan atas tawaran yang diberikan KH. Ridhwan untuk mengelola PonPes al-Balagh, namun karena keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, Misbah akhirnya terpacu untuk mempelajari kitab kuning sendiri dengan bekal yang diperoleh ketika belajar di PonPes Kasingan bersama KH. Kholil maupun PonPes Jombang bersama KH. Hasyim Asy’ari.[1]
B.  Karya-Karya Misbah Mustofa
Keseriusan Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan kemudian diwujudkan dengan banyak menerjemahkan kitab-kitab klasik atau kitab-kitab keagamaan. Sekitar puluhan atau bahkan ratusan yang ditulisnya, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, akhlak, balaghah, kaidah bahasa Arab, dan lain-lain antara lain:
Dalam bidang fiqh
a.         Al-Muhadzab terjemahan dalam bahasa Indonesia.
b.        Minhajul Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit.
c.         Masail al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan.
Dalam bidang kaidah bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah)
a.         Alfiyah Kubra dalam bahasa Jawa
 b.        Nadham Maksud dalam bahasa Jawa.
c.         Nadham Imrithi dalam bahasa Jawa dengan.
C. Latar Belakang Penulisan
KH. Misbah bin Zainil Musthafa menulis kitab tafsir al-Iklil menerangkan setiap orang Islam wajib mengakui bahwa al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci dari Allah yang wajib dijadikan tuntunan hidup oleh setiap hamba-Nya yang ada di bumi ini, dengan artian al-Qur’an menjadi imamnya (pembimbing). Orang Islam tidak boleh hidup sebagaimana hidupnya orang Kafir, Hindu, Budha atau Agama-agama lainnya. Akan tetapi harus hidup dengan tuntunan al-Qur’an, karenahal yang demikian sangat sulit mendapatkan satu dari sejuta orang yang menjadikan al-Qur’an sebagai tuntunan hidupnya secara utuh.[2]
C.    Metode Dan Contoh Penafsiran
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an Misbah bin Zainil Musthafa menerangkan ayat demi ayat secara terperinci, lugas dan  tidak bertele-tele sehingga sangat tepat di konsumsi untuk kalangan awam padaumumnya dan kalangan pesantren khususnya. Melihat cara penafsiran yang dugunakan penulis menyimpulkan bahwa tafsir al-Iklil menggunakan metode penafsiran secara tahlili. Kemudian dalam menafsirkan ayat penulis menilai penguasaan bahasa Arab yang cukup baik, hal ini di dukung dengan uraian makna kata pada aspek nahwu dan shorof, sehingga baik terjemah maupun penafsiran yang diberikan tidak keluar jauh dari makna sesungguhnya.
قل هو الله احد
Dawuh sinten Muhammad Allah Utawi Allah iku dzat kang siji
الله الصمد
Utawi Allah iku dzak kang butuhake kabeh mahluk
لم يلد ولم يلد
ora manak lan ora di anaake
ولم يكن له كفواأحد
Lan ora ono marang Allah iku madani sopo siji mahluk
Terejemah surat al-Ihlas
Surat Ihlas iki surat makiyah ayate ono papat, dawuhna Muhammad ! Allah iku namung siji, allah Dzat kang lengkap, Allah ora kagungan anak, lan ora di anaake deneng liyane, ora ono kang madani Allah ono ing perkoro Dzatte, utowo penguatane utowo sifat-sifatte.
Penjelsan Surat al-Ihlas
Yen kito wes ngerti isine surat iki, kito kudu waspodo , madep marang Allah ing tingkah sholat utowo ora tingkah ora sholat, menowo ono bayangan ono ing penyegaran-penyegaran songko madangi pikiran, kudu engal di singkerake, kabeh gambaran kang ono ing penyegaran-penyegaranmesti dudu allah, yen ono suworo kang di runggu kuping utowo basana basanik ono ing ati ojo pisan-pisan di angep iku dawuhe Allah, koyo angepane wong kang ngelakoake ngilmu jowo koyo saptadarma lan liyane. Kanjeng rosul Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam wus dawuh : Tafakaru fil Halqi wa la Tafakaru fil Halqi, (podo pikir pikir siro kabeh ono ing mahluk gegaeane Allah ojo podo mikir-mikirono ing Dzatkang gawe mahluk yoiku Allah).[3]
III. Kusimpulan
            Misbah dilahirkan di pesisir utara Jawa Tengah, tepatnya di kampung Sawahan, Gang Palem, Rembang tahun 1916 dengan nama Masruh.
            Latar belakang intelektual Misbah dimulai ketika ia mengikuti pendidikan sekolah dasar yang saat itu diberi nama SR (Sekolah Rakyat) pada usianya yang baru menginjak 6 tahun. Setelah menyelesaikan studinya Misbah kemudian melanjutkan pendidikan di PonPes Kasingan Rembang pimpinan KH. Khalil bin Harun pada tahun 1928 M.
            Keseriusan KH. Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan kemudian diwujudkan dengan banyak menerjemahkan kitab-kitab klasik atau kitab-kitab keagamaan. Sekitar puluhan atau bahkan ratusan yang ditulisnya.
            Misbah bin Zainil Musthafa menulis kitab tafsir al-Iklil menerangkan setiap orang Islam wajib mengakui bahwa al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci dari Allah yang wajib dijadikan tuntunan hidup oleh setiap hamba-Nya yang ada di bumi ini, dengan artian al-Qur’an menjadi imamnya (pembimbing).
            Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an Misbah bin Zainil Musthafa menerangkan ayat demi ayat secara terperinci, lugas dan  tidak bertele-tele sehingga sangat tepat di konsumsi untuk kalangan awam padaumumnya dan kalangan pesantren khususnya. Melihat cara penafsiran yang dugunakan penulis menyimpulkan bahwa tafsir al-Iklil menggunakan metode penafsiran secara tahlili



Daftar Pustaka
anamko , kajian tafsir di indonesia tafsir al http://2013/08/kajian-tafsir-di-indonesia-tafsir-al.html
Misbah bin Zaini Mustofa, Tafsir Juz ‘ama, (Maktabah, al-Ahsan, Surabaya).
rachmatfatahillah , KH. Misbah dan kitab al iqli, lhttp://.blogspot.sg/2014/06/ - KH. Misbah i- dan - al iqli.html




[1] anamko , kajian tafsir di indonesia tafsir al , http://2013/08/kajian-tafsir-di-indonesia-tafsir-al.html (diunduh 25-04-2015)
[2] rachmatfatahillah , KH. Misbah dan kitab al iqli, lhttp://.blogspot.sg/2014/06/ - KH. Misbah i- dan - al iqli.html (diunduh 28-04-2015)
[3] Misbah bin Zaini Mustofa, Tafsir Juz ‘ama, (Maktabah, al-Ahsan, Surabaya).Hal.189

1 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com